Jumat, 24 Maret 2017

Makalah Birokrasi Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
        Birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern cenderung benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasional pun tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yag nenakutkan.      
        Pada setiap konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi sudah menjadi gejala yang sangat umum dan terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
        Bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy2 menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya.
        Birokrasi di Indonesia hingga saat ini masih belum efektif. Para birokrat di mata publik memiliki citra buruk dan cenderung korup. Mereka tidak dapat mengikuti situasi ekonomi, sosial dan politik yang sedang berkembang yang menuntut adanya sikap dinamis dan terbuka. Waktu dan biaya yang tidak terukur adalah cermin ketidakprofesional kerja penopang birokrasi. Mereka masih melestarikan budaya birokrasi kolonial. Inilah budaya birokrasi kita saat ini yang jauh dari kesan melayani masyarakat. Perubahan kepemimpinan yang terjadi di tingkat nasional maupun daerah ternyata tidak mampu mendorong reformasi yang terarah dalam memperbaiki citra pejabat birokrat dan sistem birokrasi kita.
        Dalam sektor pendidikan, birokrasi juga terjadi pada level organisasi mulai dari pimpinan puncak sampai pada pejabat yang paling rendah. Dalam hal ini birokrasi dalam administrasi pendidikan baik dalam sistem pemerintahan maupun persekolahan. Sistem administrasi pendidikan khususnya pada pemerintah yang diperankan oleh Departemen Pendidikan Nasional, pemerintah provinsi yang diperankan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, pemerintah kabupaten/kota yang diperankan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang menyelenggarakan program pembelajaran.


B.    Rumusan Masalah
        Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah: “Bagaimana kaitan birokrasi dengan administrasi pendidikan”.

C.    Tujuan Penulisan
        Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk Mengetahui pengertian umum birokrasi.
2.    Untuk menjelaskan elemen-elemen birokrasi dan kecenderungannya di sekolah.
3.    Untuk Mengetahui Hubungan antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan.





















BAB II .
KAJIAN TEORITIK

A.     Kajian Teoritik
1.      Birokrasi
a.     Pengertian Birokrasi
        Birokrasi berasal  dari  kata bureaucracy (bahasa  inggris bureau  +  cracy),  diartikan  sebagai  suatu  organisasi  yang  memiliki rantai  komando dengan  bentuk piramida,  dimana  lebih  banyak  orang  berada  ditingkat  bawah  dari  pada tingkat  atas,  biasanya  ditemui  pada  instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
        Dalam kamus bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai:
1.     Sistem pemerintah yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.
2.     Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
3.     Pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai yang tidak dipilih oleh rakyat.
4.     Cara pemerintahan yang dikuasai oleh pegawai negeri.
       Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe peranan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
        Birokrasi menurut Farel Heady (1989) adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
        Birokrasi menurut Hegel adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
        Birokrasi menurut Karl Marx adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.
         Birokrasi menurut Blau dan Mayer adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat.
         Birokrasi menurut Yahya Muhaimin adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
        Almond and Powell (1966) menjelaskan bahwa The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal).
        Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas (a system of authority relations defined by rationally developed rule)

b.     Pengertian Pendidikan
        Istilah “education” dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa latin “educere” yang berarti memasukkan sesuatu. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan sosial. Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.
        Pada hakekatnya pendidikan itu mempunyai asas-asa tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita. Pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan atau potensi yang terdapat pada setiap individu agar berguna bagi individu itu sendiri dan dapat dipersembahkan kepada masyarakat.
        Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Secara faktual pendidikan menggambarkan aktivitas sekelompok orang seperti guru dan tenaga kependidikan lainnya melaksanakan pendidikan untuk orang-orang muda bekerjasama dengan orang-orang berkepentingan. Kemudian secara preskriptif yaitu memberi petunjuk bahwa pendidikan adalah muatan, arahan, pilihan yang ditetapkan sebagai wahana, pengembangan masa depan anak didik yang tidak terlepas dari keharusan kontrol manusia sebagai pendidik. Menurut pandangan Piaget (1896) pendidikan didefinisikan sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi individu yang sedang tumbuh berkembang, dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut.
        Bruner (1915) menegaskan pendidikan pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar di kelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran. Pendidikan merupakan usaha yang kompleks untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan menyesuaikan anggotanya dengan cara mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan.
        John Dewey (1958) berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education is the process without end) dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya piker (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Karena Dewey berpaham behaviriosme, dimana pengaruh pendidikan dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja yang diinginkan oleh pendidik maka istilah pembentukan merupakan ciri khas yang menunjukkan kekuasaan pendidik terhadap anak didik. Konsep pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa melalui pengajaran, bimbingan, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.














BAB III
PEMBAHASAN

A.     Elemen-elemen Birokrasi dan kecenderungannya di Sekolah
        Birokrasi adalah kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro pemerintah. Sejalan dengan itu ditegaskan Albrow (1989) birokrasi ialah suatu badan administratif tentang pejabat yang diangkat sesuai prosedur administrasi, aspek institusional dan asosiasional yang mampu membedakan hal-hal sepele tetapi penting karena akan menjadi dasar analisis kebijaksanaan. Birokrasi menurut Webber (1947) dicirikan oleh: (1) divisi pekerjaan dan alokasi tanggung jawab yang spesifik; (2) adanya level hierarki otoritas; (3) adanya kebijakan peraturan, dan regulasi tertulis; (4) impersonal yaitu birokrasi ada pada lingkungan yang universal atau berlaku pada organisasi apapun; dan (5) pengembangan dan perpanjangan karier administratif. Kelima karakteristik birokrasi ini juga mencirikan birokrasi dalam administrasi pendidikan baik dalam sistim pemerintahan maupun dalam persekolahan.
        Sistem administrasi pendidikan khususnya pada pemerintah yang diperankan oleh departemen departemen pendidikan nasional, pemerintah provinsi yang di perankan oleh dinas pendidikan provinsi, pemerintah kabupaten/kota yang diperankan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, serta satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang menyelenggarakan program pembelajaran.
        Khusus pada sistem administrasi pendidikan di sekolah kegiatannya dilaksanakan oleh para profesional kependidikan dibawah koordinasi kepala sekolah seperti guru, konselor, ahli kurikulum, dan profesional dibidang kependidikan, sebagai organisasi profesional pada lembaga sekolah tidak ada jabatan struktural yang mengacu pada sistem eselonering. Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah bukan jabatan struktural, tetapi salah satu anggota profesional kependidikan diberi tugas untuk memimpin dan melaksanakan sistem administrasi sekolah dengan fokus kegiatan pada pembelajaran.  
        Birokrasi departemen pendidikan nasional atas nama pemerintah pusat mempunyai tugas pokok menetapkan dan mengelola standar pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 2 menyatakan pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Kebijakan standarisasi ini khususnya berkaitan dengan kurikulum dalam bentuk garis-garis besar program pengajaran (GBPP), ketenagaan yaitu menentukan persyaratan pendidikan dan pembinaan lanjutan untuk memenuhi profesionalisme kependidikan, kesiswaan pada semua jenjang dan jenis pendidikan, kelembagaan, mutu pendidikan melalui evaluasi hasil belajar, sarana dan prasarana pendidikan yang diisyaratkan untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan sebagainya. Pendapat ini sesuai dengan PP No. 25 tahun 2000 pasal 2 ayat 11 bidang pendidikan menyatakan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan menetapkan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya.
        Hal ini sejalan dengan UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiyaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Unsur-unsur penting dalam pengelolaan tersebut diberi tanggung jawab kepada pejabat birokrasi seperti sekertaris jendral, direktorat jendral, direktur, dan pejabat struktural lainnya, semua pejabat birokrasi dan untuk membantu menentukan kebijakan dibantu oleh lembaga penelitian dan pengembangan depdiknas. Mereka para pejabat birokrasi ini muara kebijakan dan sasaran kerjanya adalah satuan pendidikan dibawah tanggung jawab menteri. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
        Birokrasi pada pemerintahan provinsi yang diperankan oleh dinas pendidikan provinsi. PP No. 25 tahun 2000 pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota serta kewenangan dalam bidang tertentu lainnya.
        Kewenangan provinsi dalam bidang pendidikan menurut PP No. 25 tahun 2000 adalah: (1) penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu; (2) penyediaan bantuan pengadaan buku-buku taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan luar sekolah; (3) mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi dan pengangkatan tenaga akademis; (4) pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi; (5) penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/atau penataran guru; (6) penyelenggaraan museum, provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional dan pengembangan bahasa dan budaya daerah.
        Kewenangan provinsi ini diperkuat oleh UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3 menyatakan pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
        Birokrasi pada pemerintah kabupaten/kota yang diperankan dinas pendidika kabupaten/kota. UU No.22 tahun 1999 pasal 11 ayat 1 menyatakan kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua kewenangan pemerintah selain kewenangan yang dikecualikan. Selanjutnya pada ayat 2 menyatakan bidang menyatakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota antara lain bidang pendidikan dan kebudayaan. Karena itu pemerintah daerah kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang cukup memadai dalam penyelenggaraan pendidikan di daerahnya masing-masing, khususnya menyediakan tenaga kependidikan, anggaran, dan bahan-bahan yang diperlukan sekolah. Hal ini ditegaskan kembali pada UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 5 menyatakan pemerintahan kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidika yang berbasis keunggulan lokal.     
        Satuan pendidikan menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal pada jenjang dan jenis pendidikan. UUSPN tersebut menegaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Birokrasi pada satuan pendidikan tidak sama dengan birokrasi pada dinas pendidikan yang terikat dengan eselonering dan struktur birokrasi, pada satuan pendidikan struktur organisasi ditentukan atas tuntutan kebutuhan profesional kependidikan yang mengacu pada standar tertentu yang ditentukan pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Dengan demikian jelaslah, bahwa satuan pendidikan sebagai suatu organisasi pendidikan memiliki ciri khas tersendiri yang diberi ruang kreatif dan inovasi atas kebutuhan profesional dan pemberdayaa pendidikan.
        Birokrasi dalam administrasi pendidikan sebagai suatu organisasi pada semua tingkatan tersebut. Menurut sergiovani dan starratt mengambarkan karakteristik: (1) organisasinya dipengaruhi oleh spesialisasi dan pembagian tugas, (2) hierarki otoritas yang kaku dan jelas dirumuskan; (3) menitikberatkan pada penggunaan peraturan umum untuk mengontrol perilaku anggotanya; (4) impersonalitas dalam hubungan organisasi; (5) pekerjaan dalam organisasi pendidikan didasarkan pada kompetensi teknikal. Karakteristik ini memperjelas bahwa ada perbedaan yang mendasar antara organisasi pemerintah dengan organisasi sekolah mengurus pendidikan.

B.    Hubungan antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan
        Pada dasarnya administarasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu terhadap manusia. Manusia adalah mahluk psiko-fisik yang berkembang kearah kematangan secara integral dalam keseluruhan organ-organnya. Secara simultan, fungsi-fungsi psikis dan fisiknya berkembang dalam suatu pola keseimbangan yang bersipat “homeostatis” yaitu terwujudnya kondisi kehidupan dalam diri manusia yang tetap berada dalam keserasian dan keselarasan gerak dan fungsi-fungsi organ-organ psikis dan fisiknya. Faktor manusia (Human Fector) yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) mengandung makna mendalam atas semua potensinya, sehingga manusia tumbuh dan berkembang untuk mengatasipermasalahan manusia itu sendiri.
        Salah satu permasalahan manusia adalah kualitas, kualitas manusia tampak pada kemempuannya secara fungsional untuk mendorong pertumbuhannya yang memilioki nilai tambah. Oleh karena itu, Membangun SDM adalah pola-pola untuk mengeloloa, mengurus, dan meningkatkan kualitasnya.
        Keperluan manusia adalah memenuhi kebutuhan hidupnya yang di tampakkan pada kemampuan poduktifnya, dalam konsep ekonomi SDM di katakan produktif jika menghasilkan sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi.
        Mengangap manusia sebagai sumber daya semata-mata adalah berbahaya, karena manusia mempunyai feeling, hati nurani, rasa cinta, persahabatan, loyalitas, taat, kejujuran, etos kerja, dan sebaginya yang menjadikan manusia secara total dan utuh.
        Dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui dua tataran yaitu :
1.     Pada suatu pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi serta kursus-kursus.
2.     Administrasi pendidikan pada pemerintahan seperti tinggkat kecamatan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat pada tingkat nasional.
        Dengan demikian administrasi pendidikan adalah mencakup semua kegiatan yang di jalankan pada semua tataran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah di tentukan.
        Bagi orang-orang tertentu oleh orlosky keseluruhan “mosaic” administrasi ini di sebut sebagai tingkatan tertinggi aktipitas manusia (the highest order of human actifiti by some). Unsure-unsur manusia atau (human elements) yang berhubungan dengan administrasi pendidikan ialah anak didik, orang tua siswa, guru, konselor, kepala sekolah, supervisor, petugas-petugas lainnya, pejabat dan pegawai kantor urusan pendidikan pada pemerintahan secara vertikal dan horizontal pada pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat, masyarakat yang berkepentingan persekolahan dan sebagainya.   
        Hubungan antar manusia dalam administrasi pendidikan sebagai sistem dapat dilihat dari hubungan bagian-bagian dari sistem itu (komponen) secara fungsional dan interaksinya satu sama lain. Dengan meninjau komponen-komponen dan hubungan satu dengan yang lainnya, akan dapat di temukan kekurangan dan kelemahan system organisasi dan system pelayanan sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki ssstem atau pengembangan system administrasi. Hubungan antar manusia dalam administrasi sekolah merupakan bentuk kerja sama personal sekolah untuk mencapai tujuan sekolah.
        Tujuan umum yang akan di capai dalam kerja sama itu adalah pembentukan kepribadian murid sesuai tujuam pendidikan nasional dan tingkat perkembangannya, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus yang pencapaiannya melalui proses penguasaan materi pelajaran. Sedangkan administrasi sekolah merupakan suatu proses atau siklus pengelolaan penyelenggaraan sekolah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
        Suatu manajemen dapat bekerja secara episien dan tetap hidup jika tujuan organisasi itu juga seimbang, pengalaman kerja dan hasil kerja studi dalam bidang social dan filsafat untuk merumuskan teori-teorinya mengenai kehihidupan organisasi.
        Hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
1.      Hubungan manusia dalam organisasi pormal yang terdiri dari kumpulan interaksi social yang di koordinasikan secara sengaja dan yang mempunyai tujuan bersama. Organisasi formal tidak dapat berlangsung kalau tidak ada orang-orang yang dapat saling berkomunikasi, mau menyumbang pada kegiatan kelompok, dan sadar mempunyai tujuan umum.
2.      Hubungan manusia dalam organisasi informal yaitu interaksi-interaksi social tampa tujuan bersama yang imum atau tidak dikoordinasikan secara sengaja. System informal amat penting dalan organisasi, dan peranan administrator dalam memelihara system interaksi itu, peranan informal dapat mendukung proses pembuatan keputusan yang bersifat formal.
        Ada lima kegiatan pokok manajemen kaitannya dengan hubungan antar manusia dalam administrasi yaitu :
1.      Menentukan apa yang akan di jadikan sasaran oleh organisasi, menentukan tujuan dan sasaran tiap bidang, menentukan apa yang harus dilakukan manusia dalam administrasi untuk mencapainya dan menjadikan sasaran itu efektif dengan membicarakannya bersama anggota organisasi.
2.      Mengorganisir seluruh kegiatan manusia dalam administrasi termasuk menggolongkan, membagi pekerjaan, membentuk struktur tugas-tugas organisasi.
3.      Memotivasi dan berkomunikasi antar manusia dalam segala hal pelaksanaan kegiatan.
4.      Melakukan pengukuran tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam organisasi, termasuk menganalisis, menilai, dan menapsirkan hasil kerja baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi secara keseluruhan dan.
5.      Mengembangkan kemampuan dan keterampilan orang-orang dalam organisasi itu termasuk manajernya sendiri.
        Menurut J.W getzels (1958), hubungan manusia dalam suatu system adalah sekelompok bagian atau badan yang membentuk suatu keseluruhan yang di persatukan, karakteristiknya yang paling umum adalah interdependensi bagian-bagiannya dan variabel-variabelnya.
        Namun secara factual menunjukkan, hubungan antar manusia dalam system administrasi di Indonesia secara umum terikat pada budaya organisasi yang feodalistik. Dimana budaya fiodal ini menanamkan sikap rukun antar sesama bawahan, dan sikap hormat bawahan pada atasan meskipun atasan itu melakukan kekeliruan, tetapi sebagai bawahan harus tetap hormat kepada atasan, atasan itu dikarenakan kedudukannya tetap pada posisi benar.
        Sedangkan posisi bawahan adalah menerima apasaja yang menjadi keputusan atasan. Tidak ada instumen yang memungkinkan pada bawahan itu menunjukkan kebenarannya. Satu-satunya yang dapat di lakukan oleh bawahan tersebut adalah bersabar dan berdoa kepada tuhan yang maha esa agar ia di beri ketabahan atas perlakuan atasanya itu inilah budaya organisasi yang sudah lama tertanam dalam birokrasi Indonesia.
        Administrasi Negara tersebut dijalankan oleh para pejabat pemerintah yang merangkap sebagai pejabat administrasi (Negara) dengan memimpin pejabat-pejabat pemerintah atas dasar hicrarkhi mengunakan wibawa dan wewenang pemerintah yang bersipat politik, pejabat-pejabat administarsi “murni” (tanpa wewenang pemerintah), dan pejabat-pejabat teknis mengunakan wibawa dan wewenang administrasi yang bersipat teknis penyelengaraan.
        Birokasi merupakan usaha untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara emosional, atau berdsasarkan ikatan kekeluargaan sehingga mengakibatkan organisasi tidak epektif. Pada prinsipnya, uraian di atas mengambarkan bahwa hubungan antar manusia dalam administarsi pendidikan merupakan bentuk kerjasama orang-orang yang menduduki jabatan biokrasi pada kantor pemerintahan dan juga jabatan fungsional kependidikan sesuai properi masing-masing pada satuan pendidikan merika ini semua adalah sebagai personal institusi pendidikan yang di beri tanggung jawab untuk mencapai tujuan pendidikan.




















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.        Kesimpulan
1.     Birokrasi adalah kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro pemerintah. Sedangkan Birokrasi dalam administrasi pendidikan sebagai suatu organisasi pada semua tingkatan tersebut. Esensi birokrasi adalah kejelasan tugas dan wewenang, impersonalitas, dimana orang mengikuti aturan, bukan aturan mengikuti selera orang.
2.     Birokrasi berkaitan langsung dengan efisiensi, produktivitas, sistem organisasi dan pelaksanaan pemerintahan dimana birokrasi diarahkan untuk menjamin mekanisme dan sistem kerja yang teratur, pas dan mudah dikendalikan. Kekuasaan dan kewenangan merupakan produk dari kedudukan, dan birokrasi bagian dari kekuasaan. Kekuasaan dan kewenangan merupakan produk dari monopoli birokrasi atas segala bidang kehidupan telah menciptakan kecenderungan internal birokratik ke arah cara kerja yang terlalu kaku dan seringkali menciptakan pelaksanaan organisasi tidak efektif.
3.     Birokrasi hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan pelayanan publik.
4.     Sekolah termasuk jenis otoritas legal. Kepala sekolah ditetapkan berdasarkan aturan yang ada dan dibatasi periode atau waktunya. Ketaatan guru pegawai tidak semata-mata pada kepala sekolah tapi juga pada aturan yang sudah ditetapkan

B.        Saran  
        Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya harapkan saran dari pembaca agar kedepannya dapat menyempurnakan makalah ini. Agar dapat memberikan informasi dan tambahan sumber belajar yang dapat diterima dengan baik.























DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar.(1982). Pola Tingkah Laku Birokrasi sebagai Akibat         Pengaruh Kebudayaan, dalam Prisma, 6 Juni 1982 : 70-85
Islamy, Muh.Irfan (1989), Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi           Negara, Malang, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Sagala, H. S. (2013). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung:      Alfabeta