BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Birokrasi
dan birokratisasi pada masyarakat modern cenderung benar-benar dipandang
memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya
dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasional pun tidak bisa
lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda
malapetaka dan bencana baru yag nenakutkan.
Pada setiap konteks sistem budaya
masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi sudah menjadi gejala
yang sangat umum dan terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian
menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk
idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam
praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada
(exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap
perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam
kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan,
pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan
untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
Bagi masyarakat yang sedang berkembang
tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi
birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan
pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa
berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak
dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan
masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy2 menyebutkan adanya keadaan birokrasi
publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada
dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas
pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan
akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan
mereka telah memberikan semacam public
alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif
terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera
mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya.
Birokrasi
di Indonesia hingga saat ini masih belum efektif. Para birokrat di mata publik
memiliki citra buruk dan cenderung korup. Mereka tidak dapat mengikuti situasi
ekonomi, sosial dan politik yang sedang berkembang yang menuntut adanya sikap
dinamis dan terbuka. Waktu dan biaya yang tidak terukur adalah cermin
ketidakprofesional kerja penopang birokrasi. Mereka masih melestarikan budaya
birokrasi kolonial. Inilah budaya birokrasi kita saat ini yang jauh dari kesan
melayani masyarakat. Perubahan kepemimpinan yang terjadi di tingkat nasional
maupun daerah ternyata tidak mampu mendorong reformasi yang terarah dalam
memperbaiki citra pejabat birokrat dan sistem birokrasi kita.
Dalam sektor pendidikan, birokrasi juga
terjadi pada level organisasi mulai dari pimpinan puncak sampai pada pejabat
yang paling rendah. Dalam hal ini birokrasi dalam administrasi pendidikan baik
dalam sistem pemerintahan maupun persekolahan. Sistem administrasi pendidikan
khususnya pada pemerintah yang diperankan oleh Departemen Pendidikan Nasional,
pemerintah provinsi yang diperankan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, pemerintah
kabupaten/kota yang diperankan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta
satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang menyelenggarakan program
pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah: “Bagaimana kaitan birokrasi
dengan administrasi pendidikan”.
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1. Untuk
Mengetahui pengertian umum birokrasi.
2. Untuk
menjelaskan elemen-elemen birokrasi dan kecenderungannya di sekolah.
3. Untuk
Mengetahui Hubungan antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan.
BAB
II .
KAJIAN
TEORITIK
A.
Kajian
Teoritik
1.
Birokrasi
a.
Pengertian
Birokrasi
Birokrasi berasal dari
kata bureaucracy (bahasa inggris
bureau +
cracy), diartikan sebagai
suatu organisasi yang
memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana
lebih banyak orang
berada ditingkat bawah
dari pada tingkat atas,
biasanya ditemui pada
instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
Dalam kamus bahasa Indonesia, birokrasi
didefinisikan sebagai:
1. Sistem
pemerintah yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada
hirarki dan jenjang jabatan.
2. Cara
bekerja atau susunan pekerjaan yang lamban, serta menurut tata aturan (adat dan
sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
3. Pemerintahan
yang dijalankan oleh pegawai yang tidak dipilih oleh rakyat.
4. Cara
pemerintahan yang dikuasai oleh pegawai negeri.
Weber menulis banyak sekali tentang
kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan
tipe peranan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini
ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua,
bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas
itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal
ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara
modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat
memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena
pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia
berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi
(setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai
administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah
bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira
Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan
waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri
pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan
menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang
dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi
rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya
jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
Birokrasi menurut Farel Heady (1989) adalah
struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi
dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan
yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi.
Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota
organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi
maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi
atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara
profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu
menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
Birokrasi menurut Hegel adalah
institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial
dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan
kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam
masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk
menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam
saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat
strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara
(pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
Birokrasi menurut Karl Marx adalah
Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan
Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain
(yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status
quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan
Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have)
untuk memperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi
kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan
penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat
saja.
Birokrasi
menurut Blau dan Mayer adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan
(inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang
berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat
pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan
pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa
birokrasi adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menjadi masalah bagi
masyarakat.
Birokrasi
menurut Yahya Muhaimin adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun
militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik)
dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
Almond and Powell (1966) menjelaskan
bahwa The Governmental Bureaucracy is a
group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading
subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah
sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan
jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal).
Dari berbagai pengertian
diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan
diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang
mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik
birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen
pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan
aturan-aturan yang lugas (a system of
authority relations defined by rationally developed rule)
b.
Pengertian
Pendidikan
Istilah “education” dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa latin “educere”
yang berarti memasukkan sesuatu. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya
yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan sosial. Pendidikan
sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang
dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau
keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.
Pada hakekatnya pendidikan itu
mempunyai asas-asa tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita.
Pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan atau potensi
yang terdapat pada setiap individu agar berguna bagi individu itu sendiri dan
dapat dipersembahkan kepada masyarakat.
Semakin baik pendidikan suatu bangsa,
semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi secara umum terhadap
program pendidikan suatu bangsa. Secara faktual pendidikan menggambarkan
aktivitas sekelompok orang seperti guru dan tenaga kependidikan lainnya
melaksanakan pendidikan untuk orang-orang muda bekerjasama dengan orang-orang
berkepentingan. Kemudian secara preskriptif yaitu memberi petunjuk bahwa
pendidikan adalah muatan, arahan, pilihan yang ditetapkan sebagai wahana, pengembangan
masa depan anak didik yang tidak terlepas dari keharusan kontrol manusia
sebagai pendidik. Menurut pandangan Piaget (1896) pendidikan didefinisikan
sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi individu yang sedang tumbuh
berkembang, dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi
tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut.
Bruner (1915) menegaskan pendidikan
pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan
penerapan teori belajar di kelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang
berpusat pada mata pelajaran. Pendidikan merupakan usaha yang kompleks untuk
menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan menyesuaikan
anggotanya dengan cara mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan.
John Dewey (1958) berpendapat bahwa
pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education
is the process without end) dan pendidikan
merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut
daya piker (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan
kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Karena Dewey berpaham behaviriosme,
dimana pengaruh pendidikan dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja
yang diinginkan oleh pendidik maka istilah pembentukan merupakan ciri khas yang
menunjukkan kekuasaan pendidik terhadap anak didik. Konsep pendidikan adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa
melalui pengajaran, bimbingan, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan
datang.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Elemen-elemen
Birokrasi dan kecenderungannya di Sekolah
Birokrasi
adalah kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro pemerintah. Sejalan dengan
itu ditegaskan Albrow (1989) birokrasi ialah suatu badan administratif tentang
pejabat yang diangkat sesuai prosedur administrasi, aspek institusional dan
asosiasional yang mampu membedakan hal-hal sepele tetapi penting karena akan
menjadi dasar analisis kebijaksanaan. Birokrasi menurut Webber (1947) dicirikan
oleh: (1) divisi pekerjaan dan alokasi tanggung jawab yang spesifik; (2) adanya
level hierarki otoritas; (3) adanya kebijakan peraturan, dan regulasi tertulis;
(4) impersonal yaitu birokrasi ada pada lingkungan yang universal atau berlaku
pada organisasi apapun; dan (5) pengembangan dan perpanjangan karier
administratif. Kelima karakteristik birokrasi ini juga mencirikan birokrasi
dalam administrasi pendidikan baik dalam sistim pemerintahan maupun dalam
persekolahan.
Sistem administrasi pendidikan khususnya pada
pemerintah yang diperankan oleh departemen departemen pendidikan nasional,
pemerintah provinsi yang di perankan oleh dinas pendidikan provinsi, pemerintah
kabupaten/kota yang diperankan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, serta
satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang menyelenggarakan program
pembelajaran.
Khusus pada sistem administrasi pendidikan di
sekolah kegiatannya dilaksanakan oleh para profesional kependidikan dibawah
koordinasi kepala sekolah seperti guru, konselor, ahli kurikulum, dan
profesional dibidang kependidikan, sebagai organisasi profesional pada lembaga
sekolah tidak ada jabatan struktural yang mengacu pada sistem eselonering.
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah bukan jabatan struktural, tetapi salah
satu anggota profesional kependidikan diberi tugas untuk memimpin dan
melaksanakan sistem administrasi sekolah dengan fokus kegiatan pada
pembelajaran.
Birokrasi departemen pendidikan nasional atas nama
pemerintah pusat mempunyai tugas pokok menetapkan dan mengelola standar
pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 2
menyatakan pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional
pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Kebijakan standarisasi ini
khususnya berkaitan dengan kurikulum dalam bentuk garis-garis besar program
pengajaran (GBPP), ketenagaan yaitu menentukan persyaratan pendidikan dan
pembinaan lanjutan untuk memenuhi profesionalisme kependidikan, kesiswaan pada
semua jenjang dan jenis pendidikan, kelembagaan, mutu pendidikan melalui
evaluasi hasil belajar, sarana dan prasarana pendidikan yang diisyaratkan untuk
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan sebagainya. Pendapat ini sesuai dengan PP
No. 25 tahun 2000 pasal 2 ayat 11 bidang pendidikan menyatakan bahwa pemerintah
mempunyai kewenangan menetapkan standar kompetensi siswa dan warga belajar
serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional
serta pedoman pelaksanaannya.
Hal ini sejalan dengan UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal
35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiyaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala. Unsur-unsur penting dalam
pengelolaan tersebut diberi tanggung jawab kepada pejabat birokrasi seperti
sekertaris jendral, direktorat jendral, direktur, dan pejabat struktural
lainnya, semua pejabat birokrasi dan untuk membantu menentukan kebijakan
dibantu oleh lembaga penelitian dan pengembangan depdiknas. Mereka para pejabat
birokrasi ini muara kebijakan dan sasaran kerjanya adalah satuan pendidikan
dibawah tanggung jawab menteri. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 1
menyatakan bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung
jawab menteri.
Birokrasi pada pemerintahan provinsi yang diperankan
oleh dinas pendidikan provinsi. PP No. 25 tahun 2000 pasal 3 ayat 1 menyatakan
bahwa kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota serta kewenangan dalam bidang
tertentu lainnya.
Kewenangan provinsi dalam bidang pendidikan menurut
PP No. 25 tahun 2000 adalah: (1) penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa
dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu; (2)
penyediaan bantuan pengadaan buku-buku taman kanak-kanak, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan luar sekolah; (3) mendukung/membantu penyelenggaraan
pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi dan pengangkatan
tenaga akademis; (4) pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi; (5)
penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/atau penataran guru;
(6) penyelenggaraan museum, provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan,
kajian sejarah dan nilai tradisional dan pengembangan bahasa dan budaya daerah.
Kewenangan provinsi ini diperkuat oleh UUSPN No. 20
tahun 2003 pasal 50 ayat 3 menyatakan pemerintah daerah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan,
dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah
kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Birokrasi pada pemerintah kabupaten/kota yang
diperankan dinas pendidika kabupaten/kota. UU No.22 tahun 1999 pasal 11 ayat 1
menyatakan kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua kewenangan
pemerintah selain kewenangan yang dikecualikan. Selanjutnya pada ayat 2
menyatakan bidang menyatakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan daerah kota antara lain bidang pendidikan dan kebudayaan.
Karena itu pemerintah daerah kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang cukup
memadai dalam penyelenggaraan pendidikan di daerahnya masing-masing, khususnya
menyediakan tenaga kependidikan, anggaran, dan bahan-bahan yang diperlukan
sekolah. Hal ini ditegaskan kembali pada UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat
5 menyatakan pemerintahan kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan
pendidikan menengah serta satuan pendidika yang berbasis keunggulan lokal.
Satuan pendidikan menurut UUSPN No. 20 tahun 2003
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
formal, non formal, dan informal pada jenjang dan jenis pendidikan. UUSPN
tersebut menegaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Birokrasi pada satuan
pendidikan tidak sama dengan birokrasi pada dinas pendidikan yang terikat
dengan eselonering dan struktur birokrasi, pada satuan pendidikan struktur
organisasi ditentukan atas tuntutan kebutuhan profesional kependidikan yang
mengacu pada standar tertentu yang ditentukan pemerintah. Hal ini ditegaskan
dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah. Dengan demikian jelaslah, bahwa satuan pendidikan
sebagai suatu organisasi pendidikan memiliki ciri khas tersendiri yang diberi
ruang kreatif dan inovasi atas kebutuhan profesional dan pemberdayaa
pendidikan.
Birokrasi dalam administrasi pendidikan sebagai
suatu organisasi pada semua tingkatan tersebut. Menurut sergiovani dan starratt
mengambarkan karakteristik: (1) organisasinya dipengaruhi oleh spesialisasi dan
pembagian tugas, (2) hierarki otoritas yang kaku dan jelas dirumuskan; (3)
menitikberatkan pada penggunaan peraturan umum untuk mengontrol perilaku
anggotanya; (4) impersonalitas dalam hubungan organisasi; (5) pekerjaan dalam
organisasi pendidikan didasarkan pada kompetensi teknikal. Karakteristik ini
memperjelas bahwa ada perbedaan yang mendasar antara organisasi pemerintah
dengan organisasi sekolah mengurus pendidikan.
B. Hubungan antar Manusia dalam
Administrasi Pendidikan
Pada dasarnya administarasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu
terhadap manusia. Manusia adalah mahluk psiko-fisik yang berkembang kearah
kematangan secara integral dalam keseluruhan organ-organnya. Secara simultan,
fungsi-fungsi psikis dan fisiknya berkembang dalam suatu pola keseimbangan yang
bersipat “homeostatis” yaitu terwujudnya kondisi kehidupan dalam diri manusia
yang tetap berada dalam keserasian dan keselarasan gerak dan fungsi-fungsi
organ-organ psikis dan fisiknya. Faktor manusia (Human Fector) yang berhubungan
dengan sumber daya manusia (SDM) mengandung makna mendalam atas semua
potensinya, sehingga manusia tumbuh dan berkembang untuk mengatasipermasalahan
manusia itu sendiri.
Salah satu permasalahan manusia adalah kualitas, kualitas manusia tampak
pada kemempuannya secara fungsional untuk mendorong pertumbuhannya yang
memilioki nilai tambah. Oleh karena itu, Membangun SDM adalah pola-pola untuk
mengeloloa, mengurus, dan meningkatkan kualitasnya.
Keperluan manusia adalah memenuhi kebutuhan hidupnya yang di tampakkan
pada kemampuan poduktifnya, dalam konsep ekonomi SDM di katakan produktif jika
menghasilkan sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi.
Mengangap manusia sebagai sumber daya semata-mata adalah berbahaya,
karena manusia mempunyai feeling, hati nurani, rasa cinta, persahabatan,
loyalitas, taat, kejujuran, etos kerja, dan sebaginya yang menjadikan manusia
secara total dan utuh.
Dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui dua tataran yaitu
:
1. Pada suatu
pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan
tinggi serta kursus-kursus.
2. Administrasi
pendidikan pada pemerintahan seperti tinggkat kecamatan, pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat pada tingkat nasional.
Dengan demikian administrasi pendidikan
adalah mencakup semua kegiatan yang di jalankan pada semua tataran dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang telah di tentukan.
Bagi orang-orang tertentu oleh orlosky keseluruhan “mosaic” administrasi
ini di sebut sebagai tingkatan tertinggi aktipitas manusia (the highest order
of human actifiti by some). Unsure-unsur manusia atau (human elements) yang
berhubungan dengan administrasi pendidikan ialah anak didik, orang tua siswa,
guru, konselor, kepala sekolah, supervisor, petugas-petugas lainnya, pejabat
dan pegawai kantor urusan pendidikan pada pemerintahan secara vertikal dan
horizontal pada pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat, masyarakat yang
berkepentingan persekolahan dan sebagainya.
Hubungan antar manusia dalam
administrasi pendidikan sebagai sistem dapat dilihat dari hubungan bagian-bagian
dari sistem itu (komponen) secara fungsional dan interaksinya satu sama lain.
Dengan meninjau komponen-komponen dan hubungan satu dengan yang lainnya, akan
dapat di temukan kekurangan dan kelemahan system organisasi dan system
pelayanan sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk
memperbaiki ssstem atau pengembangan system administrasi. Hubungan antar
manusia dalam administrasi sekolah merupakan bentuk kerja sama personal sekolah
untuk mencapai tujuan sekolah.
Tujuan umum yang akan di capai dalam kerja sama itu adalah pembentukan
kepribadian murid sesuai tujuam pendidikan nasional dan tingkat
perkembangannya, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus
yang pencapaiannya melalui proses penguasaan materi pelajaran. Sedangkan
administrasi sekolah merupakan suatu proses atau siklus pengelolaan
penyelenggaraan sekolah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pengawasan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
Suatu manajemen dapat bekerja secara episien dan tetap hidup jika tujuan
organisasi itu juga seimbang, pengalaman kerja dan hasil kerja studi dalam
bidang social dan filsafat untuk merumuskan teori-teorinya mengenai kehihidupan
organisasi.
Hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
1. Hubungan
manusia dalam organisasi pormal yang terdiri dari kumpulan interaksi social
yang di koordinasikan secara sengaja dan yang mempunyai tujuan bersama.
Organisasi formal tidak dapat berlangsung kalau tidak ada orang-orang yang
dapat saling berkomunikasi, mau menyumbang pada kegiatan kelompok, dan sadar
mempunyai tujuan umum.
2. Hubungan
manusia dalam organisasi informal yaitu interaksi-interaksi social tampa tujuan
bersama yang imum atau tidak dikoordinasikan secara sengaja. System informal
amat penting dalan organisasi, dan peranan administrator dalam memelihara
system interaksi itu, peranan informal dapat mendukung proses pembuatan
keputusan yang bersifat formal.
Ada lima kegiatan pokok manajemen
kaitannya dengan hubungan antar manusia dalam administrasi yaitu :
1.
Menentukan apa yang akan di jadikan sasaran oleh
organisasi, menentukan tujuan dan sasaran tiap bidang, menentukan apa yang
harus dilakukan manusia dalam administrasi untuk mencapainya dan menjadikan
sasaran itu efektif dengan membicarakannya bersama anggota organisasi.
2.
Mengorganisir seluruh kegiatan manusia dalam
administrasi termasuk menggolongkan, membagi pekerjaan, membentuk struktur
tugas-tugas organisasi.
3.
Memotivasi dan berkomunikasi antar manusia dalam
segala hal pelaksanaan kegiatan.
4.
Melakukan pengukuran tentang kegiatan-kegiatan
manusia dalam organisasi, termasuk menganalisis, menilai, dan menapsirkan hasil
kerja baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi secara keseluruhan
dan.
5.
Mengembangkan kemampuan dan keterampilan orang-orang
dalam organisasi itu termasuk manajernya sendiri.
Menurut J.W getzels (1958), hubungan
manusia dalam suatu system adalah sekelompok bagian atau badan yang membentuk
suatu keseluruhan yang di persatukan, karakteristiknya yang paling umum adalah
interdependensi bagian-bagiannya dan variabel-variabelnya.
Namun secara factual menunjukkan,
hubungan antar manusia dalam system administrasi di Indonesia secara umum
terikat pada budaya organisasi yang feodalistik. Dimana budaya fiodal ini
menanamkan sikap rukun antar sesama bawahan, dan sikap hormat bawahan pada
atasan meskipun atasan itu melakukan kekeliruan, tetapi sebagai bawahan harus
tetap hormat kepada atasan, atasan itu dikarenakan kedudukannya tetap pada
posisi benar.
Sedangkan posisi bawahan adalah
menerima apasaja yang menjadi keputusan atasan. Tidak ada instumen yang
memungkinkan pada bawahan itu menunjukkan kebenarannya. Satu-satunya yang dapat
di lakukan oleh bawahan tersebut adalah bersabar dan berdoa kepada tuhan yang
maha esa agar ia di beri ketabahan atas perlakuan atasanya itu inilah budaya
organisasi yang sudah lama tertanam dalam birokrasi Indonesia.
Administrasi Negara tersebut dijalankan
oleh para pejabat pemerintah yang merangkap sebagai pejabat administrasi
(Negara) dengan memimpin pejabat-pejabat pemerintah atas dasar hicrarkhi
mengunakan wibawa dan wewenang pemerintah yang bersipat politik,
pejabat-pejabat administarsi “murni” (tanpa wewenang pemerintah), dan
pejabat-pejabat teknis mengunakan wibawa dan wewenang administrasi yang
bersipat teknis penyelengaraan.
Birokasi merupakan usaha untuk
menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara emosional, atau
berdsasarkan ikatan kekeluargaan sehingga mengakibatkan organisasi tidak
epektif. Pada prinsipnya, uraian di atas mengambarkan bahwa hubungan antar
manusia dalam administarsi pendidikan merupakan bentuk kerjasama orang-orang
yang menduduki jabatan biokrasi pada kantor pemerintahan dan juga jabatan
fungsional kependidikan sesuai properi masing-masing pada satuan pendidikan
merika ini semua adalah sebagai personal institusi pendidikan yang di beri
tanggung jawab untuk mencapai tujuan pendidikan.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Birokrasi adalah
kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro pemerintah. Sedangkan Birokrasi
dalam administrasi pendidikan sebagai suatu organisasi pada semua tingkatan
tersebut. Esensi birokrasi adalah kejelasan tugas dan wewenang, impersonalitas,
dimana orang mengikuti aturan, bukan aturan mengikuti selera orang.
2.
Birokrasi berkaitan
langsung dengan efisiensi, produktivitas, sistem organisasi dan pelaksanaan
pemerintahan dimana birokrasi diarahkan untuk menjamin mekanisme dan sistem
kerja yang teratur, pas dan mudah dikendalikan. Kekuasaan dan kewenangan
merupakan produk dari kedudukan, dan birokrasi bagian dari kekuasaan. Kekuasaan
dan kewenangan merupakan produk dari monopoli birokrasi atas segala bidang
kehidupan telah menciptakan kecenderungan internal birokratik ke arah cara
kerja yang terlalu kaku dan seringkali menciptakan pelaksanaan organisasi tidak
efektif.
3.
Birokrasi
hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan
pelayanan publik.
4.
Sekolah termasuk
jenis otoritas legal. Kepala sekolah ditetapkan berdasarkan aturan yang ada dan
dibatasi periode atau waktunya. Ketaatan guru pegawai tidak semata-mata pada
kepala sekolah tapi juga pada aturan yang sudah ditetapkan
B.
Saran
Makalah
ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya harapkan saran dari pembaca
agar kedepannya dapat menyempurnakan makalah ini. Agar dapat memberikan
informasi dan tambahan sumber belajar yang dapat diterima dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Buchori, Mochtar.(1982). Pola
Tingkah Laku Birokrasi sebagai Akibat Pengaruh
Kebudayaan, dalam Prisma, 6 Juni 1982 : 70-85
Islamy, Muh.Irfan (1989), Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara, Malang, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya.
Sagala, H. S. (2013). Administrasi
Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta